Foto : Pembuatan Jalan Setapak Ayamaru - Teminabuan Tahun 1958. |
Jalanan ini dibangun oleh Uyleman, seorang insinyur Belanda, yang menghubungkan antara Ayamaru dengan Teminabuan pada November 1958. Tidak banyak yang berubah. Jalan lintas yang dulu masih setapak, kini telah menjadi jalan raya yang beraspal.
Catatan awal yang menyebutkan kondisi jalanan itu terdapat dalam tulisan Jan Massink. Menurutnya, saat dimutasi dari Ayamaru ke Teminabuan, Mei 1955, diperlukan setidaknya 16 kuli angkut peti uang. Perjalanan itu melewati Kampung Sauf, Kamak, Wehali dan Skendi.
Saking hafalnya jalanan setapak antara Ayamaru ke Teminabuan atau sebaliknya, Jan Massink menghitung ada sebanyak 38 kali melakukan perjalanan kaki dengan waktu tempuh selama satu atau dua hari lamanya.
Dalam kata-katanya sendiri, Jan Massink yang merupakan Kontrolir Nederland Nieuw Guinea di Ayamaru (Juni 1953 – Mei 1955) itu menggambarkan bahwa ia harus “melewati jalan setapak (dari Ayamaru ke Teminabuan) sepanjang 35 kilometer, melintasi perbukitan dan melewati lembah-lembah yang sesudah hujan lebat kadang-kadang banjir hingga sebatas leher”.
Jalan lintas itu memang dibangun di antara perbukitan dan lembah. Bila hujan lebat mengguyur kawasan itu, maka air akan menggenang dan tinggi. Oleh sebab itu, tidak aneh bila kawasan itu juga sering banjir setinggi leher orang dewasa. Jan Massink mungkin telah mengalami peristiwa itu, dimana dia terjebak banjir saat melintasi jalan setapak itu.
Kini, kita dapat melihat prasasti pembangunan jalan lintas Ayamaru-Teminabuan itu di depan Polsek Ayamaru, Maybrat. Sebuah linggis dan skop sengaja ditancapkan di prasasti tersebut. Mungkin, maksudnya ingin memperlihatkan, bahwa meskipun waktu itu hanya mengandalkan peralatan sederhana, namun sudah bisa membuat mahakarya.
Satu-satunya alat yang mempercepat pekerjaan saat itu hanyalah dinamit. Bukit-bukit diledakkan untuk membuat jalan tembus. Bisa dibayangkan, bila hanya mengandalkan cangkul atau linggis, perlu berapa lama pekerjaan itu dapat diselesaikan. Gergaji besi dengan dua pegangan juga cukup membantu dalam penebangan pohon-pohon raksasa sepanjang jalur itu.
Dalam pemerintahan Nederland Nieuw Guinea (NNG) atau Dutch Nieuw Guinea (DNG), nama Teminabuan mulai muncul sebagai salah satu Onderafdeling sejak tahun 1961. Teminabuan masuk ke dalam Afdeeling West Nieuw Guinea yang beribukota di Manokwari. Adapun lima Onderafdeling lainnya adalah Sorong, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki dan Bintuni.
Jauh sebelumnya, Inanwatan yang menjadi salah satu Onderafdeling dari West & South New Guinea. Pada tahun 1936, Inanwatan bersama empat Onderafdeling lainnya masuk dalam Afdeeling West & South New Guinea. Keempat Onderafdeling lainnya adalah Fak Fak, Mimika, Boven Digoel dan South New Guinea.
Teminabuan juga pernah menjadi ibukota Onderafdeling Ayamaru pada 1954. Sedangkan Ayamaru sendiri berkedudukan sebagai sub Onderafdeling dengan seorang adspirant-controleur. Saat itu, Jan Massink menjadi Kontrolir di Teminabuan selama empat bulan, sedangkan penggantinya adalah Jan Dubois (September 1955). Adspirant-controleur pertama di Ayamaru adalah Max Lapre.
Membaca kesaksian Jan Massink di atas, kita dapat membandingkan setelah 64 tahun berlalu. Sejak jalan lintas (darat) dengan daerah lain terhubung, maka Teminabuan mulai berderap maju. Perjalanan yang dulu harus ditempuh selama dua hari, kini hanya dengan dua-tiga jam saja sudah sampai. Dulu hanya jalan setapak, kini sudah bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Semakin banyak produk yang bisa masuk ke Teminabuan.
Oleh sebab itu, benarlah apa yang dikatakan Jan Boelaars beberapa puluh tahun lalu. Dalam bukunya, Manusia Irian: Dahulu, Sekarang dan Masa Depan, pastur Katolik yang juga dosen Antropologi di Universitas Cendrawasih Jayapura itu dengan tepat menggambarkan kondisi pada masanya: CS
No comments:
Post a Comment