Khayalan besar tanpa usaha nyata tidak akan membawa kesuksesan |
Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang pemuda bernama Parta. Ia memiliki tubuh tegap dan wajah tampan, tetapi sayang, ia dikenal sebagai pemalas. Bukannya bekerja keras, Parta lebih memilih mengemis untuk memenuhi kebutuhannya. Sang ayah, seorang lelaki tua, sering menasihati Parta agar berhenti bermalas-malasan, tetapi nasihat itu selalu diabaikan.
Suatu hari, Parta pulang ke rumah dengan hati gembira. "Ah, hari ini hasil mengemis cukup bagus," gumamnya sambil membawa periuk berisi gandum. Ia juga membawa bekal makanan pemberian seorang perempuan tua yang baik hati. Dengan perut kenyang dan persediaan yang cukup, Parta merasa puas.
Setelah sampai di rumah, Parta membaringkan tubuhnya di atas dipan tua. Pandangannya tertuju pada periuk gandum. “Besok aku akan menjual gandum ini,” pikirnya. Khayalannya mulai melambung. “Uang hasilnya akan kugunakan untuk membeli dua ekor ayam betina. Ayam-ayam itu akan bertelur. Sebulan kemudian, telur-telur itu akan menetas menjadi anak-anak ayam. Dalam waktu singkat, aku akan memiliki kawanan ayam yang banyak. Lalu, ayam-ayam itu akan kujual untuk membeli beberapa ekor sapi betina.”
Parta tersenyum, membayangkan masa depannya yang cerah. “Sapi-sapi itu akan beranak-pinak, dan jumlahnya akan menjadi seratus ekor! Aku akan menjual semua sapi itu dan menggunakan uangnya untuk berdagang. Aku akan membeli kain sutra terbaik dari Cina dan permadani indah dari Persia,” katanya sambil menggoyangkan kakinya dengan semangat.
Khayalannya semakin liar. “Aku akan menjadi saudagar kaya. Ketika pergi ke Persia, aku akan bertemu dengan seorang pedagang kaya yang memiliki anak perempuan cantik. Gadis itu akan jatuh cinta padaku karena kekayaanku. Kami akan menikah dalam pesta megah, dan aku akan membawanya pulang ke desaku di India.”
Parta tersenyum lebar, membayangkan kebahagiaannya bersama istri dan anak mereka yang tampan, yang diberinya nama Arka. “Arka akan tumbuh menjadi anak yang cerdas. Suatu hari, ketika aku sedang sibuk di kandang kuda, ia akan datang merangkak. Lalu, seekor kuda yang nakal hampir menginjaknya!”
Tiba-tiba, Parta bangkit dari dipan. “Aku harus menyelamatkan Arka!” serunya dalam hati. Ia mengambil tongkat ayahnya yang ada di dekat pintu. Dalam khayalannya, ia memukulkan tongkat itu ke kuda yang dianggapnya berbahaya.
Namun, alih-alih mengenai kuda, tongkat itu menghantam periuk berisi gandum. PRAKK! Periuk itu pecah berkeping-keping. Butir-butir gandum berserakan di lantai yang kotor, bercampur dengan debu dan pecahan periuk.
Parta tertegun. Khayalannya seketika sirna. Ia menatap butiran gandum yang berserakan dengan air mata menetes. “Ah, aku terlalu banyak mengkhayal! Sekarang aku tak punya apa-apa lagi,” ratapnya.
Keesokan harinya, dengan hati berat, Parta kembali mengemis. Ia akhirnya menyadari bahwa terlalu banyak berkhayal tanpa bertindak hanya akan membawa kerugian. Berbulan-bulan sejak peristiwa itu Parta tetep melakukan aktivitas mengemis dari rumah ke rumah dan di pasar.
Namun, di suatu pagi yang cerah, Parta duduk di depan gubuk kecilnya, menatap bekas periuk pecah dan butiran gandum yang telah bercampur debu. Air matanya mengering, digantikan oleh rasa malu dan penyesalan. “Mengemis adalah perbuatan hina,” gumamnya pada diri sendiri. “Aku harus mengubah hidupku. Aku tidak bisa terus seperti ini.”
Ayahnya yang baru pulang dari hutan mendengar gumaman itu. Dengan senyum tipis, ia mendekati Parta. “Akhirnya, kau mulai berpikir, Nak. Lalu, apa rencanamu?” tanya sang ayah sambil menepuk bahunya.
“Aku ingin bekerja, Ayah,” jawab Parta dengan penuh tekad. “Aku ingin mengolah ladang di belakang rumah. Ladang itu terlalu lama terbengkalai.”
Sang ayah mengangguk. “Itu keputusan yang bijak, Parta. Ladang itu bisa menjadi awal baru untukmu. Tapi, ingatlah, bertani tidak mudah. Kau harus sabar dan belajar dari kesalahan.”
Hari-hari berlalu. Parta mulai membersihkan ladang yang penuh rumput liar dan batu-batu. Tangannya yang terbiasa menggenggam mangkuk pengemis kini memegang cangkul. Seorang tetangga, Pak Wira, memperhatikan Parta dari jauh. “Parta, apa yang kau lakukan di ladang itu?” tanyanya suatu hari.
“Aku ingin menanam jagung, Pak Wira,” jawab Parta sambil mengelap keringatnya. “Aku tahu aku tidak punya pengalaman, tapi aku harus mencobanya.”
Pak Wira tersenyum. “Bagus sekali, Nak. Jagung adalah tanaman yang baik untuk memulai. Jika kau butuh bantuan, datanglah padaku. Aku punya sedikit ilmu tentang bertani.”
Parta mengangguk penuh rasa terima kasih. Ia mulai menanam jagung di ladangnya. Namun, tahun pertama tidak berjalan sesuai harapan. Hama menyerang tanaman, dan jagungnya gagal panen. Malam itu, Parta duduk termenung di depan rumahnya. Ayahnya menghampiri.
“Gagal, Ayah,” keluh Parta. “Aku bekerja keras, tapi semuanya sia-sia.”
“Kegagalan adalah guru terbaik, Nak,” ujar sang ayah dengan suara lembut. “Apa yang kau pelajari dari ini?”
Parta merenung sejenak. “Aku harus lebih memahami cara menanam. Aku harus belajar bagaimana melindungi tanaman dari hama.”
Dengan semangat baru, Parta pergi ke rumah Pak Wira. Ia bertanya tentang cara mengatasi hama, cara memilih bibit unggul, dan cara merawat tanaman. Tahun berikutnya, ia mencoba lagi. Kali ini, tanaman jagungnya tumbuh dengan baik.
Pak Wira tersenyum melihat hasil kerja keras Parta. “Lihat, Parta, ini adalah buah dari kesabaran dan usahamu.”
“Terima kasih, Pak Wira, atas bimbingannya,” jawab Parta.
Tahun demi tahun berlalu. Ladang Parta kini penuh dengan jagung berkualitas. Ia menjadi petani yang sukses dan dihormati di desanya. Suatu sore, ia duduk bersama ayahnya di tepi ladang.
“Ayah,” ujar Parta dengan senyum, “Aku ingin mewujudkan apa yang dulu hanya ada dalam khayalanku. Aku ingin berdagang, membangun usaha, dan membawa hasil ladang ini ke tempat-tempat jauh.”
Ayahnya menatapnya dengan bangga. “Mimpi itu tidak salah, Nak. Tapi sekarang kau tahu, mimpi hanya bisa terwujud dengan kerja keras. Teruslah berusaha.”
Dengan tekad yang besar, Parta bersiap melangkah lebih jauh. Ia sadar bahwa kesuksesan tidak datang dari khayalan semata, melainkan dari kerja keras, kegigihan, dan pembelajaran dari setiap kegagalan.
Pesan Moral :
Khayalan besar tanpa usaha nyata tidak akan membawa kesuksesan. Lebih baik fokus bekerja keras untuk mewujudkan impian daripada membuang waktu dengan angan-angan kosong.
No comments:
Post a Comment