Judul: "Cantik, Tapi Luka: Cerita dari Entrop"
Entrop, 19 Maret 2025, Pukul 21:09 WIT
Malam itu, sa lagi duduk santai di depan rumah, main hape sambil buka aplikasi Michat. Sa iseng-iseng cari kenalan, dan muncullah satu profil. Foto hitam manis, rambut keriting, senyum dia itu… manis sekali. Nama dia Maya.tapi Sa tdk tau kalo de asal dari mana
Sa klik, kirim pesan. Akhirnya janjian ketemu, di sekitar Entrop. Dalam hati sa bilang: “Biasa lah, cuma ketemu, siapa tahu bisa jalan.”
Waktu dia datang… sa jujur terdiam. Dia beda dari yang lain. Perempuan papua, tapi tra tau kalo de asal dari mana, rambut keriting alami, kulit halus, wajah bersih dan bersinar. Cantik betul. Tapi, matanya penuh dengan Kekosongan.
Sebelum sa buat apa-apa, sa tanya, “Adik, ko cantik sekali. Tapi kenapa bisa ada di jalan begini?”
Dia kaget, kayak belum pernah ditanya begitu.
Maya duduk pelan di sisi ranjang, lalu cerita. “Sa ni stres skali, sa pu Rumah rusak. Paba de kasar, trus mama de lari. Sa tinggal dengan nene dong, tapi susah juga. Sa capek hidup begini. Sa Cari kerja susah, orang dong lihat kita dari tampang saja. Akhirnya Sa ikut teman. Teman dong truss Sa pakai Michat karena cepat dapat uang. Sa tahu ini salah, tapi sa pikir, Tuhan su jauh dari Sa.
Sa cuma dengar. Hati ini pilu. Sa tahu rasa itu… rasa marah dengan hidup, rasa seperti ditinggalkan.
Maya lanjut bicara, “Kadang sa nangis sendiri malam-malam. Sa takut mati dalam dosa, tapi sa juga bingung mau mulai dari mana.”
Waktu itu sa sadar… sa tidak bisa sentuh dia. Sa tidak datang malam itu untuk pakai tubuh orang. Mungkin Tuhan suruh sa datang supaya kasih dia dengar sesuatu yang lain dari biasa.
Sa bilang pelan, “Maya… ko masih bisa pulang. Tuhan itu bukan Tuhan yang tinggal di gereja saja. Dia ada juga di Entrop, malam ini. Sa cuma orang biasa, tapi sa percaya Tuhan sayang ko.”
Dia diam. Air mata jatuh pelan. Sa kasih dia uang 300 ribu. Sa bilang, “Ini bukan bayar ko. Ini supaya ko bisa pulang dulu malam ini tanpa harus jual diri. Sa harap lain kali ko pikir ulang jalan ini.”
Sa berdiri, keluar, dan pake motor balik ke kota raja Angin malam dingin, tapi hati ini hangat. Bukan karena sudah buat sesuatu hebat. Tapi karena malam itu, mungkin satu jiwa sudah dengar suara Tuhan yang lembut.
Kesimpulan untuk Para Hamba Tuhan, Orang Tua, dan Pemerintah:
Kisah Maya ini adalah panggilan nyata bagi para hamba Tuhan untuk lebih peka dan peduli dengan keadaan anak-anak muda yang terluka di sekitar kita. Penginjilan bukan hanya soal kata-kata di mimbar, tapi juga tentang mendekat, mendengar, dan membawa kasih Tuhan ke dalam kehidupan mereka yang terpinggirkan.
Untuk para orang tua, cerita ini menjadi peringatan keras agar memberikan kasih, perhatian, dan kebahagiaan yang nyata kepada anak-anaknya. Jangan sampai anak-anak merasa kehilangan arah dan mencari pelarian di jalan yang salah hanya karena merasa tak dicintai atau diabaikan.
Sementara itu, peran pemerintah sangat penting dalam menyediakan program-program sosial dan ekonomi yang konkret, agar anak muda seperti Maya memiliki pilihan hidup yang lebih baik dan layak. Pendidikan, pelatihan kerja, serta perlindungan sosial harus diperkuat agar tidak ada lagi yang terjerumus dalam kehidupan berbahaya demi sekedar bertahan hidup.
Mari kita semua bersama-sama membangun lingkungan yang sehat, penuh kasih, dan aman bagi generasi muda, supaya mereka tidak lagi merasa harus menjual diri demi sepotong harapan.
penulis : Isai Wenda
No comments:
Post a Comment