Judul : CINTA PUTUS Di KALI KAMBIRA
Di pinggir Kampung Skendi, Papua Barat daya, mengalir sebuah sungai yang jernih —Kali Kambira; di atasnya terbentang sebuah jembatan kayu besi yang sudah lama namun masih kokoh.
Di bawah jembatan itu, ada batu plat yang datar dan besar. Anak-anak setelah mandi biasa duduk di situ. Pohon-pohon besar di sekitarnya membuat tempat itu teduh, nyaman untuk siapa saja yang ingin sekadar duduk merenung atau bercakap.
Suatu hari maya dan randi bertemu di kali kambira.
Maya adalah gadis pemalu sementara Randi, anak tunggal yang sedang tinggal bersama tantanya. Waktu pertemuan mereka di Kali Kambira tak disengaja—sekadar sapa singkat. Lalu berlanjut jadi obrolan ringan. Tentang langit. Tentang air. Tentang masa depan .
Hari berganti. Lama-lama mereka terbiasa. ketika siang hari , Randi ke kali kambira, Maya pun selalu hadir. Tanpa janji. Tanpa kata pasti. Tapi hati mereka seperti tahu kapan waktunya bertemu.
Ternyata, di kampung Skendi , gerak sedikit saja bisa jadi cerita.
“Sa lihat Maya dan Randi duduk di jembatan kambira kemarin,” kata seorang ibu sambil mengikat sayur .
“Katanya mereka sering ke Kambira. Anak perempuan itu sudah di tegur..stop baku bawa dengan randi,” tambah ibu ibu yang lain.
Kabar itu cepat merebak. Dan tentu saja, membuat suasana kampung jadi panas. Para tetua adat segera panggil mereka dan duduk di rumah untuk pertemuan. Nama Maya dan Randi disebut. Mereka berdiskusi lama. Wajah-wajah mereka tampak berat. Bukan karena benci, tapi karena ibu maya tidak se7 hubungan mereka.
Sebelum ikut pertemuan,Maya dan Randi bertemu dan berbicara serius .
“Randi…” kata Maya pelan, “sa rasa, kalau orang tua bilang, cinta kita ini tidak bisa lanjut. bagaimana?.
Randi hanya mengangguk, pandangannya kosong ke depan.
“Itu kenapa… sa pikir, mungkin kita harus kawin lari. Pergi ke luar kota. Di sana, biar tidak ada yang melarang kita. kita bisa hidup bebas...” ujar Maya lagi, suaranya bergetar, menahan harapan yang mulai pupus.
Randi terdiam lama. Lalu pelan-pelan menggeleng.
“Sa sayang ko, Maya… tapi sa tidak bisa. Sa tidak cukup kuat.”
Maya tersenyum pahit. “Berarti… benar. selama ini sa yang serius Cinta ko. randi...ko tra serius sayang ...e.”
Maya hanya menggigit bibir.lalu berpikir Hati rasanya tenggelam di dasar Kali Kambira.
"Cinta ini akhirnya mengalir pergi… seperti air Kali Kambira yang tak akan pernah kembali lagi."
No comments:
Post a Comment