Judul : Kain Timur di Tengah Cinta
Di sebuah kampung di Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, pagi itu udara terasa berbeda. Matahari baru saja menembus dedaunan pohon pinang hutan ketika suara nyanyian adat mulai menggema. Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga besar marga Asmuruf. Putra mereka, Randi, hendak melamar gadis pujaan hatinya, Maya, dari marga Sangkek.
Prosesi peminangan di tanah Maybrat bukan perkara sederhana. Bukan hanya soal cinta dua insan, melainkan menyatukan dua keluarga besar, dua marga yang membawa harga diri dan sejarah panjang. Dan yang terpenting: kain timur.
Di rumah keluarga Mavin, beberapa pria paruh baya sibuk mengeluarkan tumpukan kain dari peti tua. Ada kain han merah dan hitam, kain bokek, boirim, serenta, toba, hingga sarim. Setiap helai kain dilipat rapi, ditata di atas koba koba. Mereka tahu, kain-kain ini bukan sekadar lembaran tenun—ia adalah sejarah. Zaman dahulu, kain ini dibawa dari negeri seberang, dipertukarkan, disimpan, diwariskan. Semakin lama tersimpan, semakin tinggi nilainya. Ada yang bahkan seharga puluhan juta bahkan ratusan juta, satu lipat kain.
"Kita harus siapkan baik-baik. Ini bukan hanya untuk Maya, ini untuk menunjukkan hormat kita pada keluarga Sangkek," kata bapak tua adat.
Di seberang kampung, Maya mengenakan busana adat. Di wajahnya terlukis harapan, namun juga debar. Ia tahu, jika prosesi ini berjalan lancar, mereka akan diakui sebagai pasangan sah secara adat.
Tibalah rombongan Randi ke halaman rumah Sangkek. Diiringi tarian dan nyanyian dipanjatkan dalam bahasa. Randi berjalan di belakang para tetua, membawa kain-kain yang telah diminta.
Saat kain diserahkan, para tua tua adat dari pihak Maya memeriksa satu persatu. Jari-jari mereka teliti meraba serat kain, memastikan kualitas dan kesesuaian. Sebab ini bukan sekadar mas kawin, ini simbol harga diri, status sosial, bahkan keberlanjutan budaya.
Setelah pemeriksaan selesai, keluarga Maya berdiri .
"Kami terima dengan hormat. Kain ini bukan hanya lambang cinta, tapi juga pengikat dua keluarga. Randi, kau kini menjadi bagian dari kami."
Sorak sorai pecah. Tarian dilanjutkan. Randi dan Maya saling bertukar pandang, senyum mereka mengembang. Di balik semua itu, ada makna yang lebih dalam: gotong royong seluruh masyarakat di kampung itu dalam menjaga adat, warisan yang terus hidup.
No comments:
Post a Comment