Bagian ke 6
ANOMALI DEMOKRASI
Djafar Badjeber
Istilah demokrasi sudah sangat populer ditengah masyarakat Indonesia. Bukan saja populer tentang demokrasi, tetapi sudah kita gunakan dalam setiap kontestasi pemilu legislatif, pilpres , pilkada di Indonesia.
Demokrasi adalah piliihan terbaik saat ini, dan belum ada satu teori lain yang dapat disejajarkan dengan demokrasi.
Sebagian orang kita ada yang alergi dan menolok demokrasi, tetapi tidak mampu menawarkan alternatif yang bisa diterima mayoritas bangsa.
Berbicara demokrasi pasti korelasinya politik dan organisasi.
Politik itu mulia , namun belakangan ini kata politik paling " Benci " oleh kelompok tertentu. Bahwa suka tidak suka, tak seorangpun bisa melepaskan diri dari politik. Semua kehidupan ini tidak terlepas dengan politik. dari soal harga bahan pokok, pendidikan, kesehatan, sosial , ekonomi, lapangan pekerjaan, dan kesejahteraan pasti terkait dengan politik.
Pada zaman Athena klasik filsuf terbesar Aristatoles menjadikan politik sebagai patron menata the common good atau kebaikan bersama. Andai saja orang yang benci politik mengerti tentang permasalahan kita berbangsa tentu dia akan terjun kedunia poliitik. Sebenarnya sdm bangsa kita banyak yang bagus, tetapi jarang yang mau terjun kedunia politik. Mereka hanya jadi penonton karena berbagai alasan.
Kini situasinya sudah jauh beda dari cita-cita mulia politik. Terjadi pergeseran makna manifestasi yang mengiringi sisi kehidupan masyarakat modern, menyebabkan esensi politik mengalami diferensiasi. Anomali demokrasi justru tumbuh tak terkendali dan anehnya dianggap sebagai " sesuatu yang lumrah" para elite politikpun diam seribu bahasa, bahkan abai terhadap situasi bangsa dan negara dari berbagai ancaman yang mungkin terjadi. Dampaknya adalah munculnya potensi konflik horizontal, konflik sosial akibat kesenjangan taraf hidup, sejumlah korupsi kakap, banjir narkoba, dekadensi moral, disparitas kaya- miskin, judi online, mafia peradilan, aparat nakal, kerusakan dan eksploitasi SDA, penyelundupan, perdagangan gelap, perdangan manusia, soal perburuhan , termasuk kinerja KPU yang terjesan berpihak kepada kelompok tertentu. Dalam konteks beberapa permasalahan diatas kehadiran pemerintah dan elit politik menjadi keharusan. Karena mereka telah mendapat amanah dari rakyat maupun pemerintah.
Dalam menata demokrasi saat ini ada " kegelisahan kolektif" ditengah masyarakat yang mengiringi proses panjang perjalanan bangsa ini. Wajar kegelisahan itu muncul ditengah masyarakat karena rakyat melihat dan merasakan adanya ketimpangan dan mulai hilangnya jati diri bangsa.
"Revolusi mental" yang pernah digagas presiden Joko Widido nyaris tak terdengar hasilnya, bahkan kerusakan akhlak dan moral makin menjadi-jadi.
Kerusakan akhlak dan moral justru banyak terjadi di institusi penyelenggara negara.
Sejatinya para penyelenggara negara adalah yang harus terdepan dalam proses pembangunan bangsa ini. Seorang negarawan harus mampu berlaku adil, peka, tanggap dan berani untuk dapat membuktikan komitmennya Satu Kata dan Perbuatan. Tatkala para pemimpin dan pejabat publik tidak mempunyai kepekaan atas kondisi rakyatnya maka sampai kapanpun tidak akan ada perubahan, keadilan, kemakmuran dan kesehahteraan rakyat.
-Des 2024-
No comments:
Post a Comment